Saat ku berjalan melewati rumahmu, tak hayal
diriku sekilas memikirkanmu dan mengingatmu dalam benakku, kucoba melupakan mu
tapi apalah daya sebenarnya aku masih mengharapkanmu. Kau adalah orang yang
sangat berarti dalam hidupku.
Ingatkah kau kisah kita saat SMA, kau begitu
bersinar di kelas baik dalam hal pelajaran, kebaikanmu, serta kecantikanmu
sehingga namamu termasyur diseluruh sekolah. Dirimu adalah cinta pertamaku yang
selalu kependam dalam hati, aku tahu bahwa aku orang yang tidak sepatutnya
mencintaimu, diriku hanyalah orang biasa, tidak sepandai dirimu, tidak setampan
yang kau harapkan. Namun ternyata kenyataannya adalah bahwa engkau memendam
benih cinta terhadapku. Aku sangat bahagia dan merasa orang paling beruntung didunia
saat cinta ini tak bertepuk sebelah tangan, serta mengetahui bahwa orang yang
mencintaiku itu tulus dari hatinya, dia tidak menilaiku dari fisik melainkan
hati.
Kau adalah orang yang amat sempurna dimataku, kau
adalah orang yang berusaha membuat pasangan nyaman bersamamu. Ku ingat saat aku
berkata “kau sepertinya cantik dengan rambut pendek”, dan keesokan harinya aku
terkejut bahwa kau memotong rambut panjangmu yang indah, padahal perkataanku
itu hanya sekedar main-main saja. Kau pun berusaha menyukai warna kesukaanku
yaitu ungu, padahal aku tau kau suka warna merah mudah. Dan pernah ku berkata
“sayang, jikalau kau mengenakan jilbab, pasti aura kecantikanmu akan lebih
terpancar”, akupun tak menduga keesokan harinya dirimu ke sekolah dengan
penampilan yang sangat berbeda, kau menguatkan tekadmu demi mengenakan jilbab.
Aku begitu salut padamu.
Pernah suatu ketika saat sebuah masalah besar
menghampiriku, semua orang mencela dan menjauhiku, padahal itu bukan
kesalahanku. Namun engkau datang dan mendampingiku menghadapi masalah tersebut,
kau selalu hadir disaat aku membutuhkanmu, kau pun terus percaya padaku.
Lamanya kita menjalin hubungan sekitar 2 (dua)
tahun dan aku tetap nyaman bersamamu. Namun ketika tamat sekolah dan mulai
bekerja di sebuah Perguruan Tinggi Negeri menjadi pegawai, kita mulai jarang
berkomunikasi, jarang bertemu dan bertatap muka serta bercanda ria berbagi
kebahagian. Semua itu terjadi disaat aku mulai meniti karir, aku sibuk dengan
perkerjaan yang bertumpuk dihadapanku.
Suatu hari muncul pertanyaan darinya,
“sayang.. kenapa sayang sibuk sekali, apakah
keasikan bekerja sehingga lupa denganku?.. kenapa tak mengabariku?.. apakah
sayang sudah lupa denganku?..”
Aku pun menjawab dengan alasan pekerjaan sangat
banyak dan harus segera diselesaikan, namun setelah selesai muncul lagi
pekerjaan baru.
Aku merasa tak tega terhadapnya, dia selalu
perhatian namun aku selalu mengabaikannya karena disibukan dengan pekerjaan
ini. Sempat terpikir olehku untuk mengentikan sejenak hubungan yang yang telah
lama kami bangun layaknya seperti cuti kerja. Pikirku pun fokus bekerja dulu
mengumpulkan modal buat merancang kehidupan kedepan.
Namun aku melakukan sebuah kesalahan fatal yang
tak pernah kuduga dan membuatku patah arah.
Aku bertemu dengannya dan menjelaskan bahwa kita
sebaiknya menghentikan sejenak hubungan kita, namun aku berjanji akan datang
dan merangkulmu lagi dalam kehidupanku. Namun saat dia tidak menyetujui dengan
keputusanku, dia pun bertanya “apakah sayang memang benar-benar sayang kepadaku?”.
Aku pun hanya diam terpaku padahal dalam hati ini teriak kecang bahwa aku
mencintaimu namun tak keluar dari mulut ini.
Setelah kejadian itu aku pun hilang kontak
dengannya baik nyata maupun maya. Akupun mulai melanjutkan pekerjaanku yang
harus diselesaikan tepat waktu. Hari-hariku selalu dipenuhi banyak kertas dan
coretan pena sehingga tak sempatnya diriku mengabari keadaanku serta tak sempat
bertanya bagaimana keadaanmu. Lama aku tak mendapat kabar dari dia sang pujaan
hati.
1 (satu) tahun tak terasa waktu berjalan dan kami
hanya sekedar berhubungan lewat sms walaupun itu sangat jarang. Aku terkejut
saat menerima pesanmu yang berisikan undangan pernikahan, tak hayal aku
langsung merasa hilang nyawa, bagai tenggelam didalamnya samudra dan tak bisa bernafas.
Setelah kukuatkan diriku, kutemui dirinya dan
bertanya kenapa kau lakukan ini terhadapku, padahal aku bekerja dan
mengumpulkan uang buat modal kita kedepan merancang masa depan. Dia pun
menjelaskan bahwa di sebenarnya selalu mengharapkanku dan berharap aku menjadi
pendamping hidupnya. Namun semua itu sirna ketika dia bertanya “apakah sayang
memang benar-benar sayang kepadaku?” dan aku tak merespon pertanyaan itu.
Betapa bodohnya diriku membiarkan orang yang
kusayangi akan menjalani hidupnya dengan orang lain. Dan betapa bodohnya diri
ini tak mampu menjawab pertanyaan itu yang menyebabkan menggantungnya
sebuah hubungan. Salahnya aku kenapa diri ini tak mampu menjadi orang yang
romantis terhadap sang kekasih. Kenapa aku mengabaikan orang yang sudah jelas
memperhatikanku. Namun aku telah terlambat selambat-lambatnya. Aku sangat amat
menyesal.
Setelah kejadian itu, seminggu kemudian dia
melakukan ijab kabul dengan orang lain dan aku hanya dapat menahan air mata
saat menyaksikan kejadian itu. Aku tak kan pernah melupakan orang yang pernah
mengisi jiwa direlung hati ini.
Saatku melintas didepan rumahmu, kulihat kau
sedang bercanda gurau dengan suamimu. Muncul pikirku yang berharap bahwa suamimu
pergi meninggalkanmu dan aku dapat mengisi dan menjadi pengganti suamimu.
Apakah salah aku berharap begitu?, apakah aku salah berharap dapat mengulang
waktu dan memperbaki semua kesalahan yang telahku buat?, dan apakah aku
salah ingin bersama orang yang dulu pernah kucintai sampai sekarang?.
Aku masih sangat teramat mencintaimu. Salahkah
aku masih mengharapkanmu?
kisah ini berdasarkan pengalaman pribadi teman
saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar