Berdoa merupakan sebuah
pekerjaan yang memerlukan motivasi. Motivasi yang dimiliki oleh setiap
orang yang berdoa beragam dan beraneka coraknya. Terkadang ada orang yang
berdoa meminta kepada Tuhan untuk diberikan anak, istri, rumah, mobil, naik pangkat,
kesehatan, kebaikan dan keselamatan. Ada juga orang yang berdoa yang memiliki
motivasi yang lebih tinggi dan menjulang dari yang pertama. Doa bagi orang ini
merupakan wasilah untuk meminta kepada Tuhan urusan-urusan maknawiah dan
kesuksesan untuk melakukan aktifitas penghambaan. Dan yang tertinggi dari semua
itu adalah orang yang berdoa karena hanya ingin bercengkerama dengan Tuhan dan
mentaati perintahnya. Saya dan Anda mungkin belum mencapai tingkatan berdoa
yang disebutkan belakangan. Minimal, dengan persangkaan baik, tidak terlalu
bersahaja bertengger pada tingkatan berdoa golongan pertama. Semoga dengan
melatih dan menempa diri di hari-hari yang suci, tidak menutup kemungkinan saya
dan Anda mencapai tingkatan berdoa yang hanya ingin bercakap-cakap, curhat dan
bercengkerama dengan Sang Kinasih.
Doa yang kita bahas pada
kesempatan ini adalah: Permohonan kepada Allah SWT supaya dianugerahkan pikiran
yang terbuka yang dengannya dibuahi kecerdasan untuk mencari kebenaran, terjauhkan
dari kebodohan dan tipu-daya, dan anugerah kebaikan.
اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ الذِّهْنَ
وَ التَّنْبِيْهَ وَ بَاعِدْنِيْ فِيْهِ مِنَ السَّفَاهَةِ وَ التَّمْوِيْهِ
وَ اجْعَلْ لِيْ نَصِيْبًا مِنْ كُلِّ
خَيْرٍ تُنْزِلُ فِيْهِ، بِجُوْدِكَ يَا أَجْوَدَ الْأَجْوَدِيْنَ
Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku di bulan
ini pikiran dan kecerdasan, jauhkanlah aku di bulan ini dari kebodohan dan
kesesatan, dan limpahkanlah kepadaku sebagian dari setiap kebajikan
yang Engkau turunkan di bulan ini. Dengan kedermawanan-Mu, wahai Zat Yang Lebih
Dermawan dari para dermawan.
Tiada yang melebihi nikmat
akal yang dimiliki manusia. Akal dan pikiran merupakan keindahan manusia dan
modal bagi kehidupan dan penghambaan. Akal yang cerdas merupakan pelita dan
media penyelamat. Akal yang terbebas dari kebimbangan, keragu-raguan, memiliki
kesiapan ekstra dalam menerima pelbagai hakikat dan meraup nasihat serta
wejangan.
Tatkala manusia ingin beribadah
dan mentaati Allah SWT ia memerlukan pengetahuan yang menjulang dan makrifat
yang menukik serta pikiran yang tajam. Apabila manusia tidak terjaga dan tajam
pikiran ia terlena dalam gelapnya kebodohan dan kedunguan. Dalam kondisi
seperti ini, ia tidak dapat menuruti titah Tuhan. Bukankah dalam sebuah hadis
disebutkan bahwa “Tuhan tiada disembah dengan kebodohan.”
Hamba yang baik adalah hamba
yang cerdas, berpengetahuan, berpikir tajam, memahami dengan baik dan
mengetahui apa yang menjadi tugas-tugasnya. Pada hari ini kita memohon kepada
Allah SWT supaya dianugerahkan akal dan kecerdasan sehingga dengan bekal yang
berharga itu kita dapat mengabdi kepada-Nya.
Dzihn (pikiran) dan Tanbih
(kecerdasan) adalah dua hal yang saling bertautan. Yang pertama merupakan mudrik
(media untuk mencerap) dan yang kedua merupakan mudrak (yang
tercerap). Dzihn merupakan kekuatan pencerap yang dimiliki manusia.
Dimana apabila ia tidak memiliki mudrik, ia tidak mampu mencerap apapun. Tanbih
kondisi yang dijumpai dari media ini. Ketika pikiran beroperasi, ia memperoleh
kecerdasan berupa pengetahuan dan makrifat. Namun bagaimana kita dapat
senantiasa memperoleh pikiran tajam dan kecerdasan seperti ini? Kita memohon
kepada Allah SWT, dan Dia pasti akan memberikan namun dengan beberapa syarat
tertentu. Iman yang menghasilkan visi yang jelas. Ketakwaan yang mewujudkan
optimisme. Hadis nabawi menyatakan demikian: “Takutlah kalian akan
firasat Mukmin karena ia melihat dengan cahaya Tuhan.” (Mizân al-Hikmah).
Pikiran yang tajam dan kecerdasan
merupakan anugerah yang sangat besar dan penuh berkat yang kita pinta dari
Tuhan dalam doa ini. Apabila kedua nikmat besar ini tidak ada, maka tidak akan
kita jumpai, optimisme, visioner, engineer masa depan?
Apabila kita meminta kepada
Tuhan dua pelita benderang ini maka kita harus mengenyahkan segala noda yang
mengkontaminasi akal dan jiwa sehingga pelita pikiran dan lentera kecerdasan
dapat menerangi jalan yang kita tuju. Apabila tidak, “Menjadi budak hawa
nafsu menutupi cahaya akal budi dan menenggelamkan surya kecerdasan.”
Suatu waktu Allamah Hasan
Zadeh Amuli Hf ditanya ihwal riwayat dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
yang bersabda: “Man lam Yuhadzib Nafsah, Lam Yantafi’ bil ‘Aql (Barang
siapa yang tidak melakukan tahzib nafs [pengelokan jiwa], maka ia tidak
mendapatkan manfaat dari akalnya), apakah ada hubungan takwini antara tahzib
nafs dan intifa’ al-Aql seperti yang disinyalir dalam hadis ini?
Allamah menjawab: “Memang terdapat hubungan takwini antara keduanya. Coba
tengok orang-orang seperti Musailamah bin Kadzadzab dimana ia merupakan seorang
alim namun ia tidak melakukan tahzib an-nafs, lihat bagaimana kesudahannya. Ia
memiliki akal namun tidak mengambil manfaat dari akalnya. Akal yang dengannya
Tuhan disembah dan melaluinya surga dicapai.
وَ بَاعِدْنِيْ فِيْهِ مِنَ السَّفَاهَةِ
وَ التَّمْوِيْهِ
“Dan jauhkanlah aku di bulan ini dari
kebodohan dan kesesatan.”
Kebodohan merupakan akar
segala kejahatan. Bodoh dan kebodohan pertanda tiadanya cahaya, sebagaimana
ilmu merupakan cahaya maka kebodohan merupakan kegelapan. Kesulitan yang
dihadapi oleh sebuah kaum bersumber dari kebodohan mereka. Kebodohanlah yang
menyeret masyarakat kepada kegelapan. Kita memohon kepada Allah SWT supaya kita
terjauhkan dari kebodohan dan kesesatan.
Safih (bodoh) adalah
lawan kata dari hakim dan cendekia dan safahat merupakan kontra hikmah
dan akal. Tamwih adalah kelicikan, berpura-pura, penuh trik. Tamwih
bersumber dari kebodohan dan kedunguan. Dalam mengurai makna safahat
disebutkan bahwa maknanya adalah pekerjaan yang tidak masuk akal, berpikir
tidak tertata, berkata-kata tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Tamwih,
mengemasi barang palsu sebagai barang asli, memperlihatkan sesuatu sebagai
kebenaran tetapi sejatinya kebatilan, memamerkan loyang sebagai emas,
menyuguhkan bubur sebagai tinja. Imam Mujtaba pernah ditanya ihwal safahat,
jawabnya: “Orang yang mengejar yang rendah dan menyesatkan
sahabatnya.” (Bihârul Anwâr) Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa:
“Kebodohan merupakan senjata orang-orang dungu, kendaraan kejahatan dan
kunci kebencian.”
Orang dungu dalam ucapan dan
perbuatan, dalam pikiran dan tindakan, dalam pergaulan dan interaksi sosial
adalah orang-orang yang terlelap dan penuh fantasi, penuh harapan-harapan yang
tak akan kunjung terpenuhi.
Mukmin yang berakal memohon
kepada Allah SWT kiranya dijauhkan dari kedua kejelekan ini dan hidup dalam
pancaran cahaya akal, visi (bashirat) dan hikmat.
Imam Ridha bersabda: “Sahabat
bagi setiap orang adalah akalnya dan musuhnya adalah kedunguannya.” Imam
‘Ali bersabda: “Kebodohan merupakan penyakit yang paling buruk.” Lagi
dari lisan suci Imam ‘Ali: “Kebodohan merupakan akar segala kejahatan.”
“Sekiranya para hamba berhenti tatkala ia tidak tahu maka ia tidak akan
kafir dan tersesat.”
Iya dalam safahat
terpendam kedunguan, adapun tamwih merupakan penyalahgunaan akal yang
menyesatkan masyarakat, penuh dusta dan tipu-daya.
Syahdan sekelompok pendukung
Muawiyah mengejek dengan membanding-bandingkan Imam Ali dan Muawiyah bahwa
Muawiyah dalam urusan politik lebih lihai dan cerdik ketimbang Imam Ali.
Mendengar hal ini, Imam Ali berkata: “Sekiranya kalau bukan karena takwa,
maka akulah orang yang paling lihai dan cerdik berpolitik di dunia Arab.”
Politik yang diterapkan oleh Muawiyah adalah jenis penggunaan tamwih.
Berpura-pura dalam jubah kesalehan dan takwa namun menikam Islam dari dalam.
Tentu politik yang diseru Imam ‘Ali adalah bukan politik abad jahiliyah ala
Mu’awiyah yang mengedepankan al-ghaya tubarrir al-wasilah atau di
zaman modern politik the end justifies the means ala Macheavelli yang
serba menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Politik yang jauh dari
bau dan semerbak takwa. Pada musim-musim pemilihan CAPRES/CAWAPRES,
politik semacam ini ramai dipraktikkan orang dimana-mana. Menurut orang-orang
seperti ini berpolitik adalah the art of possiblity. Segalanya serba
mungkin, dengan trik dan tipu-daya kalau perlu.
وَ اجْعَلْ لِيْ نَصِيْبًا مِنْ كُلِّ
خَيْرٍ تُنْزِلُ فِيْهِ
Dan limpahkanlah kepadaku sebagian dari
setiap kebajikan yang Engkau turunkan di bulan ini.
Seorang Mukmin pada setiap
keadaan akan bersikap qanaah. Dalam menuntut kebaikan itu pun dari sumber
kebaikan dan mata-air emanasi ia tidak puas dan ingin setiap kebaikan yang
diturunkan Tuhan ia ingin mengambil saham dan bagian.
Keinginan ini menandaskan
keluasan pandangan dan ketinggian spirit seorang pendoa. Tatkala sosok di
hadapan yang kita pintai, Tuhan yang merupakan samudera kedermawanan dan
kepemurahan. Keagungan Tuhan menuntut bahwa apa yang kita minta juga harus
merupakan sesuatu yang agung. Di bawah kolong langit ini, terdapat banyak orang
yang menengadahkan tangannya meminta kepada Tuhan. Kita pun di hari ini
dan di saat ini juga ikut dalam barisan orang-orang tersebut mengulurkan tangan
kepada Tuhan untuk meminta saham dari segala kebaikan yang diturunkan di muka
bumi. Segala keindahan, keagungan, kesempurnaan yang merupakan kebaikan kiranya
diberikan kepada kita di hari ini. Menjalankan puasa, menegakkan shalat, meraih
keridhaan Tuhan, mendapatkan taufik membaca ayat tadwini dan takwini, anugerah
pikiran yang tajam dan kecerdasan, seluruhnya merupakan kebaikan (di samping
kebaikan-kebaikan lainnya) dari Tuhan di bulan ini.
، بِجُوْدِكَ يَا أَجْوَدَ الْأَجْوَدِيْنَ
Kita memohon kepada Zat Yang
Mahadermawan dan fayyadh mutlak yang tiada melebihi dan mengungguli
kedermawanannya. Kedermawanannya tidak mengurangi rahmat-Nya. Kepemurahan-Nya
tidak membuat orang merasa berhutang-budi atau jasa. Pemberian-Nya tanpa pamrih
tidak sebagaimana makhluknya memberi. Manusia sebagai makhluk tatkala memberikan
sesuatu berharap sesuatu sebagai imbalannya. Namun Tuhan Mahadermawan dan
Kedermawanan adalah sifatnya. Di penghujung doa ini kita ingin menyampaikan
bahwa Tuhanku aku tidak akan bakhil, aku ingin memberikan manfaat dan berlaku
kebaikan kepada orang lain. Aku ingin mencapai derajat jud (dermawan)
tanpa adanya sifat ini sekali-kali aku tidak akan sampai pada Yang
Mahadermawan. Tuhanku tanamkan pada diriku sifat dermawan sehingga menjadi
pancaran sifat jawâd-Mu. Amin Yaa Rabbal Alamin ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar