Jumat, 21 Oktober 2011

Ali Manusia Agung


"Menurut Imam Ali, kezaliman ada tiga jenis; yang pertama ialah perbuatan syirik kepada Allah SWT. Kezaliman ini sama sekali tidak akan mendapat pintu ampunan Allah, sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Quran.
Jenis kedua ialah kezaliman yang dapat diampuni oleh Allah SWT dan itu ialah berbuat dosa atau ada kekurangan dalam mengerjakan perintah Allah. Dan yang ketiga ialah kezaliman yang harus dibalas atau diqisas, baik di dunia maupun di akhirat. Kezaliman dalam kategori ini tak lain adalah tindak aniaya yang dilakukan seseorang kepada orang lain. Imam Ali pernah menuturkan bahwa balasan Allah sangat keras kepada orang yang berbuat zalim. Manusia yang paling sempurna dan guru kepada Imam Ali, yaitu nabi besar Muhammad SAWW, juga pernah menegaskan: "Hari dimana seorang yang mazlum atau teraniaya membalas si zalim, jauh lebih pedih ketimbang hari dimana si zalim menganiaya si mazlum."
Hujjatul Islam Bahman Pur, dalam mengomentari hal ini mengatakan:
"Kezaliman yang dilakukan kepada sesamanya sangat dikutuk oleh naluri manusia sendiri. Kezaliman semacam ini contohnya ialah tragedi besar yang menimpa warga Bosnia Herzegovina dengan dalih masalah etnis. Semua orang tahu bahwa sama sekali tak ada alasan untuk membenarkan kezaliman yang dilakukan kepada warga Bosnia. Mudah-mudahan warga dunia menaruh perhatian terhadap apa yang dituturkan oleh Imam Ali kepada putra-putri dan generasinya. Beliau berkata: "Jadilah kalian sahabat orang mazlum dan musuh orang zalim."
Wasiat Imam Ali ini bukan hanya datang dari seseorang yang berstatus pemimpin umat, tapi juga dari orang yang berhasil meraih kesempurnaan insani yang tak lupa berusaha menyirami naluri atau fitrah manusia dengan pesan ini. Kita berharap masyarakat penghuni dunia ini benar-benar meresapi dan kembali kepada fitrah mereka demi menjauhi fanatisme agama, golongan, bangsa dan etnis untuk kembali kemudian menyadari apa tugas mereka terhadap orang-orang tertindas yang dilanggar haknya tanpa ada salah dan dosa.
Kesabaran dan kritik
Menurut Imam Ali, salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki seorang pemimpin ialah kesabaran dan ketangguhan dalam menghadapi segala kesulitan, baik kesulitan individu maupun sosial. Kesabaran, kata beliau, ibarat kedudukan kepala pada tubuh. Tanpa kesabaran, urusan akan kacau.
Dalam masyarakat Islam, seorang pemimpin tentunya memiliki tanggung jawab yang berat, harus memiliki karakter ini lebih dari yang lain. Dan orang yang kemauannya lemah dan tidak punya semangat beristiqomah, sudah pasti tidak memiliki kekuatan untuk menanggung beban perjuangan dan menghadapi segala kesulitan sosial. Karena itu orang yang sedemikian tidak layak untuk menerima tanggung jawab memimpin.
Imam Ali pernah menjelaskan masalah ini dalam khutbahnya ketika umat mendesaknya agar memegang kendali kepemimpinan. Dalam khutbah yang termuat dalam kitab Nahjul Balaghah ini, Imam Ali menuturkan: "Tak seorangpun layak memegang bendera kepemimpinan kecuali orang yang mengerti kepemimpinan, sabar, teguh dan tahu letak-letak kebenaran."
Tak dapat dimungkiri, istiqamah atau keteguhan sangat determinan dalam memenuhi kelayakan sebagai pemimpin. Karena sudah merupakan keharusan bagi seorang pemimpin untuk bersedia menghadapi problema-problema politik, ekonomi dan militer, akan tetapi perlu diingat bahwa motivasi istiqamah seorang pemimpin umat Islam tidak sebagaimana halnya sejumlah pemerintahan yang semata-mata demi tujuan materialis.
Tujuan dari hidup insan dan masyarakat manusia ialah melangkah menuju kesempurnaan insani. Untuk menempuh tujuan ini seorang pemimpin harus terlebih dahulu menjadi teladan seorang manusia yang sempurna, dan selanjutnya membawa masyarakat ke jalan Allah. Masalah ini tentunya sangat menuntut kesabaran dan keteguhan seorang pemimpin.
Satu lagi hal yang juga diamalkan Imam Ali dalam memimpin dan kemudian dipesankan kepada bawahannya ialah bersedia menerima kritik yang membangun. Dan syarat kritik yang membangun ialah didukung dengan pengetahuan dan argumen yang benar dari si pengkritik. Tanpa syarat ini, Islam tidak membenarkan melontarkan kritik kepada siapapun. Imam Ali sendiri dalam mengkritik pejabat-pejabat dibawahnya sangat konsekwen dengan syarat ini.
Selain itu, beliau juga meminta mereka agar memberikan kebebasan kepada rakyat untuk melontarkan pendapat yang sekiranya rakyat tidak segan untuk menjelaskannya.
Imam Ali dalam sebuah kalimatnya yang disampaikan kepada gubernur Malik Al Asy-tar berkata: "Ikut sertalah kamu dalam majlis-jmajlis umum. Hindarilah kesenjangan antara kamu dengan rakyat agar rakyat dapat berbicara dengan senang hati."
Sudah barang tentu, cara mengkritik juga merupakan salah satu masalah yang punya peran penting untuk menyampaikan kritik yang membangun. Jadi hak-hak untuk mengkritik semata-mata tidak cukup dalam usaha membangun segala kekurangan, melainkan juga perlu melihat situasi dan kondisi. Mengkritik dengan cara tidak benar, bukan hanya tidak membangun, malah akan menambah kesulitan. Sebagai contoh, tidak dibenarkan mengkritik seseorang di depan khalayak umum kecuali dalam kasus-kasus tertentu. Imam Ali berkata: "Nasehatmu kepada seseorang di muka umum sebenarnya adalah mencoreng harga diri seseorang."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar